POST : 17 TERCEKIK JANJI

Langkah Kamil semakin berat. Sepasang lengan kaku merengkuh erat pinggangnya. Mengalirkan hawa dingin yang menyiksa raga juga batin pria berkacamata itu. Dari kaca lemari besar ruang tamu, pantulan bayangan wanita berwajah kuyu dengan borok sana-sini tak membuat Kamil terkejut. Pelan ia berjalan ke kamar sambil menyeret Kania manja di belakangnya.


*


Kamil menatap nanar langit-langit kamarnya. Masih mencoba menerka kejadian yang dialaminya. Sesekali juga mengerjap, lalu menanggalkan kacamata untuk kemudian disandingkan dengan segelas anggur merah cap Merak Albino di meja.


Kamarnya begitu sepi. Tidak ada cicak yang biasa berdecak saat ia menelepon Kania. Bahkan anginpun seakan takut berembus meski berhasil mengibarkan tirai hijau jendela. Lemari pakaian bergoyang, action figur Naruto di meja kerjanya bergetar macam sedang terjadi gempa. Telinganya tertutup bising hingga tak dapat mendengar pintu yang diketuk keras ayah dan ibunya dari luar. Kamil memejamkan mata.
Belum lagi sempat terlelap, cahaya lampu gantung di atas ranjang berubah memerah. Titik-titik silau menetes dari ujung tiap kristalnya, berusaha menggenapi diri menjadi satu sosok utuh. Kania kini melayang di udara, meluncur turun ke ranjang. Sejenak menindih tubuh Kamil sebelum akhirnya beringsut lembut ke belakang punggungnya.


"Pulanglah, Kania!"
 

"Kenapa? Apa karena ini bukan kamarku? Toh dua hari lagi kita akan menikah. Kamarmu akan jadi kamarku juga, Mas."


Kamil mengernyitkan dahi. Wanita di sebelahnya tak henti mengoceh. Tentang angan pernikahan, tentang kebaya yang ternyata kekecilan.


Kalau saja mobil yang ia tumpangi dari butik tidak terbakar di tengah jalan bersama kebaya baru, mungkin hari ini mereka masih berbahagia dalam prosesi pingitan. Tak masalah Kania muncul dalam wujud apa. Yang terpenting bagi Kamil adalah wanitanya tak merasa sendiri. Terwujudnya janji sehidup-semati.


*


Dini hari Kamil kembali ke makam Kania. Matanya menekuri tinta hitam di kayu nisan. Benar, itu nama gadisnya. Nama calon istri yang seharusnya tertulis di buku nikah nanti. Setangkai kamboja jatuh di atas pusara yang masih basah. Kamil memungut lalu menciumi kelopak segar itu dalam. Sayang, tak ada wangi yang seharusnya. Kania mungkin tidak bahagia. Hampir sampai malam, Kamil baru mampu beranjak dari tempatnya tersungkur. Pulang dengan kesedihan menggelayut hebat, dan janji sehidup-semati yang mengikat, membuat Kania bebas leluasa mengikuti Kamil. Didekap lagi Kamil dari belakang. Pria yang dipeluknya tak merasa keberatan dan terus berjalan dengan Kania di belakangnya. Kerikil kasar jalan setapak kuburan membuat beberapa bagian tubuh Kania lepas dan terkoyak. Kamil pulang dengan Kania yang tak utuh lagi.

 
*


Sementara Kania-kania lain memandang dari balik pohon kamboja. Menunggu giliran sambil menyeringai. Kapan lagi bisa memeluk laki-laki setampan Kamil? Begitu kiranya batin mereka.


###

Salam Kawan :D
Bisa jadi Tercekik Janji nanti ada lanjutannya ya... :D Untuk cerita lainnya belum dilanjut.
Terimakasih telah membaca   ^ /|\ ^


Ingin punya buku tahun ini. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

POST : 18 Review Say Bread, Roti menggoda ala Indomaret

POST : 10 PENGUMUMAN

POST : 4 Tips menjadi Kakak Beradik Bahagia