POST : 11 THE BAPER STORY (1)
DEG.
"Apa ini??"
DEG.. DEG..
"Tidak mungkin..!!"
DEG.. DEG.. DEG...
Detak jantungku semakin tidak menentu. Aku belum pernah sekaget ini, tidak pernah juga sekhawatir ini. Rasa cemas itu perlahan berubah jadi ketakutan. Tidak mungkin ini terjadi, pasti ada yang salah. Test pack ini pasti salah.
"Tunggu. Bukannya aku beli 2?! aku harus mencoba satu lagi."
"Apa ini??"
DEG.. DEG..
"Tidak mungkin..!!"
DEG.. DEG.. DEG...
Detak jantungku semakin tidak menentu. Aku belum pernah sekaget ini, tidak pernah juga sekhawatir ini. Rasa cemas itu perlahan berubah jadi ketakutan. Tidak mungkin ini terjadi, pasti ada yang salah. Test pack ini pasti salah.
"Tunggu. Bukannya aku beli 2?! aku harus mencoba satu lagi."
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
THE BAPER STORY
Eps. 1
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Begitulah awalnya. Aku tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, juga tidak ingat apa - apa kecuali saat ia menyentuhku. Kami, aku dan Nathan adalah orang baik - baik. Gaya berpacaran kami sehat. Tidak aneh - aneh seperti abg jaman sekarang. Tapi entah kenapa kecelakaan ini bisa terjadi. Kami sudah bertunangan sebulan lalu, dan akan menikah 5 bulan lagi, menunggu kakaknya menikah lebih dulu. Jika menunggu sampai saat itu datang, perut ini pastilah membesar. Entah bagaimana reaksi calon mertua nanti. Orangtua pun juga tidak tahu. Tidak ada keberanian untukku menyampaikan tentang 2 garis merah itu.
*
Sore ini cerah, aku duduk di bangku panjang paling ujung. di taman yang cukup ramai. Sesak oleh anak - anak yang bermain bersama orang tua mereka. Aku memilih berada disini. Sunyi. Agar tidak ada yang mendengar obrolan kami nanti. Aku telah berjanji dengan seseorang. Nathan. Ia belum datang setelah 30 menit berlalu. Biasanya Nathan tidak pernah terlambat, ia adalah orang yang sangat menghargai waktu. Tanganku tiba - tiba dingin. Mungkinkah ia akan pergi begitu saja? Aku memang telah kotor, tapi ini semua juga karena dia kan? Semua pikiran berkecamuk dibenak. Mataku terasa panas. Sembab. Tak terasa rinai air yang menetes diujung mata.
"Kenapa menangis??" Suara yang tak asing mengagetkanku.
"Nathan... kamu datang..?"
"Maaf sedikit terlambat, Alfi.."
"Bagaimana hasilnya?"
"Ibu tetap tidak mengizinkan kita melangkahi kakak. Pernikahan kakak dengan kak Erlis juga tidak bisa dipercepat." jawabnya murung.
"Lalu apa yang harus kita lakukan, Nathan? Bagaimana jika orang tua kita tahu?"
"Alfi, datanglah kerumah bersama orang tuamu. Mungkin jika kalian yang membujuk, Ayah dan Ibu akan setuju."
DEG.
"Jadi aku harus beritahu Ayah dan Ibu?"
"Pikirkan suatu alasan Alfi, Demi kehormatan keluarga kita."
"Nathan!" jawabku kesal.
"Kini aku hanya berharap Tuhan memberi ampunan kepada kita..." Nathan mengusap air matanya.
Aku tau ia orang baik dan benar - benar menyesali perzinahannya. Itu bukan salah Nathan seluruhnya. Jika aku tidak ikut Nathan sore itu, mungkin 'kecelakaan' itu tidak akan terjadi. Terlambat. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Kini ada nyawa di perutku. Si kecil yang pasti belum berdosa, dan tidak tau apa - apa tentang perbuatan orang tuanya. Mentalku antara siap dan tidak menjadi seorang Ibu. Tapi yang lebih berat adalah memberi pengakuan ke semua orang. Orang tuaku. Mungkin aku akan diusir dari rumah. Tapi kemungkinannya kecil karena aku adalah anak tunggal. Arrgh! Aku harus bagaimana?
Mungkin Ayah akan menghajar Nathan dulu. Baru menyuruhnya menikahiku. Tapi Nathan tidak bersalah.
Lalu siapa yang salah? Aku? Nathan? Setan?
Pikiranku berkecamuk. Malam ini terasa lebih dingin dari sebelumnya. Kutarik selimut tebal untuk menghangatkan tubuh. Dan berharap besok akan lebih baik dari hari ini. Kuharap. Air itu menetes lagi, menambah pedihnya mata ini.
"Jadi bagaimana Pak? Bu?" Tanya Ayahku.
"Maaf, Pak.. Kami tidak dapat melakukannya. Bukankah semuanya sudah direncanakan matang - matang? Nak Alfi dengan Nathan akan menikah 2 bulan setelah pernikahan Pras dengan Erlis. Kalau boleh tahu, kenapa ingin dipercepat? Kan kurang 5 bulan lagi. Apa Nak Alfi sudah tidak sabar?" Ayah Nathan tertawa.
Aku hanya tersenyum kecut mendengar jawabannya.
Bersambung...
**
Aku tau ia orang baik dan benar - benar menyesali perzinahannya. Itu bukan salah Nathan seluruhnya. Jika aku tidak ikut Nathan sore itu, mungkin 'kecelakaan' itu tidak akan terjadi. Terlambat. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Kini ada nyawa di perutku. Si kecil yang pasti belum berdosa, dan tidak tau apa - apa tentang perbuatan orang tuanya. Mentalku antara siap dan tidak menjadi seorang Ibu. Tapi yang lebih berat adalah memberi pengakuan ke semua orang. Orang tuaku. Mungkin aku akan diusir dari rumah. Tapi kemungkinannya kecil karena aku adalah anak tunggal. Arrgh! Aku harus bagaimana?
Mungkin Ayah akan menghajar Nathan dulu. Baru menyuruhnya menikahiku. Tapi Nathan tidak bersalah.
Lalu siapa yang salah? Aku? Nathan? Setan?
Pikiranku berkecamuk. Malam ini terasa lebih dingin dari sebelumnya. Kutarik selimut tebal untuk menghangatkan tubuh. Dan berharap besok akan lebih baik dari hari ini. Kuharap. Air itu menetes lagi, menambah pedihnya mata ini.
***
(Next Episode)
(Next Episode)
"Jadi bagaimana Pak? Bu?" Tanya Ayahku.
"Maaf, Pak.. Kami tidak dapat melakukannya. Bukankah semuanya sudah direncanakan matang - matang? Nak Alfi dengan Nathan akan menikah 2 bulan setelah pernikahan Pras dengan Erlis. Kalau boleh tahu, kenapa ingin dipercepat? Kan kurang 5 bulan lagi. Apa Nak Alfi sudah tidak sabar?" Ayah Nathan tertawa.
Aku hanya tersenyum kecut mendengar jawabannya.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar