POST : 09. CERITA HOROR PERTAMA
--ANAK ANGKAT--
Chapter : I.
Riuh suara bocah bermain menyatu dengan derikan tonggeret. Ada yang bermain dihalaman, ada juga yang memilih teras rumah tua yang dikelilingi pohon cengkeh dan kelapa itu sebagai tempat bercengkrama. Disudut emper lain terdengar nyanyian perempuan, mencoba menenangkan bayi yang sedang digendong. Setengah jam sudah bayi itu menjerit ketakutan.
"Aduh Bu.. Bagaimana ini??" tanya perempuan itu kebingungan.
"Tenangkan di dalam Mbak, sudah mulai gelap.” sahut perempuan yang lebih tua.
Perempuan penggendong bayi langsung menuju kamarnya. Sementara perempuan yang lebih tua menghampiri para bocah yang sedang bermain. Dengan tangan menunjuk ke rumah, isyarat untuk anak – anak segera pulang.
Setelah semua masuk, matanya masih terlihat menyapu seluruh halaman rumah, memastikan tidak ada yang tertinggal karena pintu akan segera ditutup.
“Tapi tunggu. Sepertinya ada yang kurang. Aku harus lihat halaman belakang.” gumamnya. Ia melangkah ragu menelusuri halaman belakang, kebun cengkeh itu mulai menghitam. Gelap. Seorang anak terlihat duduk termangu dibawah batang cengkeh.
“Bihaan!! Kamu tidak lihat sekarang sudah maghrib? Cepat masuk sebelum diculik setan!” teriak perempuan itu membuyarkan lamunannya.
“Tapi Bu, aku masih ngobrol dengan temanku..” jawab sang anak memelas.
“Teman – temanmu sudah masuk semua. Jangan banyak alasan.”
“Tapi Bu..”
“Bihaan!! Kamu mau tidur diluar??”
“Tidak Bu.. aku akan pulang. .......... Oh ya, sampai jumpa teman..” jawab Bihan sambil melambaikan tangan ke pohon cengkeh. Atau mungkin sosok tak terlihat dibelakangnya.
Bihan dan perempuan tua itu berjalan pulang. Sang wanita bergidik melihat kelakuan anak asuhnya.
“Kalau sikapmu begini terus, siapa yang mau mengadopsimu? Sudah 7 tahun aku merawatmu. Harusnya kau sudah diadopsi. Tidak pernah ada yang tinggal di panti asuhanku selama kau. Itu karna tingkah lakumu yang aneh Bihan.” gerutu perempuan tua itu.
---
Setiap hari kamis perempuan tua itu menerima tamu. Seorang laki - laki distributor anak. Tugasnya mencarikan anak untuk orang yang kesulitan mendapat momongan. Dan hari ini laki - laki itu datang bersama seorang Bapak yang bertubuh tinggi besar. Bapak yang sudah 20 tahun tidak diberi anak itu tidak datang bersama istrinya, hanya dengan laki - laki bertubuh pendek yang terlihat seperti pembantunya. Mereka berempat berkumpul di ruang tengah. Membicarakan pelan tentang tawaran. Serius. Seperti sedang rapat. Kecuali si pembantu, hanya menyimak dengan muka prihatin.
"Baik, yang seperti apa yang Bapak inginkan?" Perempuan tua membuka obrolan.
"Yang seperti apa yang Ibu punya??" Bapak itu balik bertanya.
"Laki - laki, perempuan, anak - anak, bayi, yang cerdas, yang rajin pun ada."
"Di desa terpencil ini banyak sekali pohon cengkeh. Aku ingin anak yang selalu duduk dibawah pohon cengkeh. Tadi aku melihatnya sebelum masuk ke ruanganmu."
"Maksud Bapak Bihan?" Mata perempuan tua terbelalak. Tak percaya selera Bapak dihadapannya.
"Mungkin saja, aku tidak tau namanya."
"Apakah anak itu?" tanya perempuan tua sambil menunjuk ke jendelanya. Ia tentu memastikan. Terlihat seorang anak sedang duduk dibawah batang cengkeh. Anak yang sama seperti kemarin sore.
"Benar Bu, berapa harganya?" jawab Bapak itu tegas.
"Sebaiknya Bapak pikirkan lagi, anak itu walaupun penurut, tapi dia aneh dan suka menyendiri. Lucu sekali saat ia menganggap pohon cengkeh sebagai temannya. Padahal ia mempunyai banyak teman disini. Apa Bapak tidak ingin mendiskusikannya dengan istri Bapak?"
"Istriku yang menginginkan anak itu. Atur saja dokumennya segera."
"Baiklah, Karena anak itu telah lama tinggal disini, harganya pun menjadi lebih tinggi. Tapi ingat Pak, Anak yang sudah Bapak adopsi tidak dapat Bapak kembalikan. Setuju?" perempuan tua mengajukan tangan, mengajak bersalaman.
"Setuju." jawab Bapak itu mantap.
Beberapa kertas telah ia tanda tangani. Ia bersiap pulang. Mengajak Bihan kecil bersamanya. Bihan hanya diam. Ia terlihat tersenyum bahagia karna memiliki Ayah baru. Iya, Ayah baru. Ia tidak akan ketakutan lagi berada di Panti Asuhan kuno itu.
"Ayah... mana 'Ibu'?? " tanya Bihan penasaran.
" 'Ibumu' ada dirumah, dia sudah menunggumu. Dia pasti senang melihatmu..."
'Ibu'...
Bersambung..
Chapter : I.
Riuh suara bocah bermain menyatu dengan derikan tonggeret. Ada yang bermain dihalaman, ada juga yang memilih teras rumah tua yang dikelilingi pohon cengkeh dan kelapa itu sebagai tempat bercengkrama. Disudut emper lain terdengar nyanyian perempuan, mencoba menenangkan bayi yang sedang digendong. Setengah jam sudah bayi itu menjerit ketakutan.
"Aduh Bu.. Bagaimana ini??" tanya perempuan itu kebingungan.
"Tenangkan di dalam Mbak, sudah mulai gelap.” sahut perempuan yang lebih tua.
Perempuan penggendong bayi langsung menuju kamarnya. Sementara perempuan yang lebih tua menghampiri para bocah yang sedang bermain. Dengan tangan menunjuk ke rumah, isyarat untuk anak – anak segera pulang.
Setelah semua masuk, matanya masih terlihat menyapu seluruh halaman rumah, memastikan tidak ada yang tertinggal karena pintu akan segera ditutup.
“Tapi tunggu. Sepertinya ada yang kurang. Aku harus lihat halaman belakang.” gumamnya. Ia melangkah ragu menelusuri halaman belakang, kebun cengkeh itu mulai menghitam. Gelap. Seorang anak terlihat duduk termangu dibawah batang cengkeh.
“Bihaan!! Kamu tidak lihat sekarang sudah maghrib? Cepat masuk sebelum diculik setan!” teriak perempuan itu membuyarkan lamunannya.
“Tapi Bu, aku masih ngobrol dengan temanku..” jawab sang anak memelas.
“Teman – temanmu sudah masuk semua. Jangan banyak alasan.”
“Tapi Bu..”
“Bihaan!! Kamu mau tidur diluar??”
“Tidak Bu.. aku akan pulang. .......... Oh ya, sampai jumpa teman..” jawab Bihan sambil melambaikan tangan ke pohon cengkeh. Atau mungkin sosok tak terlihat dibelakangnya.
Bihan dan perempuan tua itu berjalan pulang. Sang wanita bergidik melihat kelakuan anak asuhnya.
“Kalau sikapmu begini terus, siapa yang mau mengadopsimu? Sudah 7 tahun aku merawatmu. Harusnya kau sudah diadopsi. Tidak pernah ada yang tinggal di panti asuhanku selama kau. Itu karna tingkah lakumu yang aneh Bihan.” gerutu perempuan tua itu.
---
Setiap hari kamis perempuan tua itu menerima tamu. Seorang laki - laki distributor anak. Tugasnya mencarikan anak untuk orang yang kesulitan mendapat momongan. Dan hari ini laki - laki itu datang bersama seorang Bapak yang bertubuh tinggi besar. Bapak yang sudah 20 tahun tidak diberi anak itu tidak datang bersama istrinya, hanya dengan laki - laki bertubuh pendek yang terlihat seperti pembantunya. Mereka berempat berkumpul di ruang tengah. Membicarakan pelan tentang tawaran. Serius. Seperti sedang rapat. Kecuali si pembantu, hanya menyimak dengan muka prihatin.
"Baik, yang seperti apa yang Bapak inginkan?" Perempuan tua membuka obrolan.
"Yang seperti apa yang Ibu punya??" Bapak itu balik bertanya.
"Laki - laki, perempuan, anak - anak, bayi, yang cerdas, yang rajin pun ada."
"Di desa terpencil ini banyak sekali pohon cengkeh. Aku ingin anak yang selalu duduk dibawah pohon cengkeh. Tadi aku melihatnya sebelum masuk ke ruanganmu."
"Maksud Bapak Bihan?" Mata perempuan tua terbelalak. Tak percaya selera Bapak dihadapannya.
"Mungkin saja, aku tidak tau namanya."
"Apakah anak itu?" tanya perempuan tua sambil menunjuk ke jendelanya. Ia tentu memastikan. Terlihat seorang anak sedang duduk dibawah batang cengkeh. Anak yang sama seperti kemarin sore.
"Benar Bu, berapa harganya?" jawab Bapak itu tegas.
"Sebaiknya Bapak pikirkan lagi, anak itu walaupun penurut, tapi dia aneh dan suka menyendiri. Lucu sekali saat ia menganggap pohon cengkeh sebagai temannya. Padahal ia mempunyai banyak teman disini. Apa Bapak tidak ingin mendiskusikannya dengan istri Bapak?"
"Istriku yang menginginkan anak itu. Atur saja dokumennya segera."
"Baiklah, Karena anak itu telah lama tinggal disini, harganya pun menjadi lebih tinggi. Tapi ingat Pak, Anak yang sudah Bapak adopsi tidak dapat Bapak kembalikan. Setuju?" perempuan tua mengajukan tangan, mengajak bersalaman.
"Setuju." jawab Bapak itu mantap.
Beberapa kertas telah ia tanda tangani. Ia bersiap pulang. Mengajak Bihan kecil bersamanya. Bihan hanya diam. Ia terlihat tersenyum bahagia karna memiliki Ayah baru. Iya, Ayah baru. Ia tidak akan ketakutan lagi berada di Panti Asuhan kuno itu.
"Ayah... mana 'Ibu'?? " tanya Bihan penasaran.
" 'Ibumu' ada dirumah, dia sudah menunggumu. Dia pasti senang melihatmu..."
'Ibu'...
Bersambung..
Komentar
Posting Komentar